Sabtu, 24 Oktober 2020

Manajemen Pendidikan Islam menurut Al-Qabisi

                                                                                    BAB I

                                                                            PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Di zaman sekarang ini, kita pernah  mendengar terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan. Misalanya guru menghukum siswa dengan bentuk hukuman fisik dipukul dengan rotan,  terjadi pembulian antar siswa, terjadinya pelecehan seksual seorang pendidik dengan siswa atau sebaliknya, seorang guru di laporkan ke polisi cuma karena menjewer siswanya. Ini sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di telinga kita.  Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis mencoba mengklarifikasi apakah hal itu terjadi karena ada yang keliru pada diri Para Pendidik dalam memahami tugas dan fungsinya sebagai pendidik atau disebabkan karena siswanya yang memang tidak memahami adab yang baik sebagai siswa atau hanya media saja yang selalu membesar-besarkan masalah kecil sehingga menjadi besar di dengar nya. Dalam kesempatan ini, penulis mencoba menelaah bagaimana ulama-ulama klasik atau ulama-ulama terdahulu membuat sebuah manajamen kegiatan pendidikan menjadi lebih bernilai keberkahan bagi masyarakat lingkungan sekolah, sehingga pendidikan tidak terkesan asal-asalan dalam menjalankan kegiatannya. Salah satu ulama klasik yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidkan dan boleh juga disebut sebagai founding father nya para Pendidik yaitu Al-Qobisi.

Sosok ulama yang satu ini mungkin sudah tidak begitu akrab di telinga umat Islam Indonesia khususnya, karena beliau merupakan Ulama yang hidup di awal masa perkembangan islam  yang mana pada saat itu sistem manajemen pendidikannya pun terkesan monoton dan tidak ada kemajuan jika di bandingkan dengan masa sekarang menurut sebagian orang. Tetapi sistem Pendidikan al-Qabisi masih dipertahankan di beberapa lembaga Pendidikan hususnya di dunia pesantren.

Al-Qabisi adalah salah seorang yang ahli dalam bidang ilmu fikih, ahli hadits dan juga tokoh yang memiliki pemikiran di berbagai disiplin keilmuwan, diantaranya teologi, tasawuf, dan kependidikan.

Pemikiran al-Qabisi dalam bidang Pendidikan lebih banyak ditinjau dari segi etika dalam pendidikan. Etika dalam pendidikan banyak diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin pada bagian adab kesopanan pelajar dan pengajar. Dalam dunia pendidikan sekarang, banyak disinggung dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan dan para ahli psikologi pendidikan, menyinggungnya dalam kepribadian yang efektif bagi pelajar dan mengajar.

Pemikiran al-Qabisi sendiri dalam hal ini boleh jadi diwarnai dengan keahliannya dalam bidang ilmu Qiroat, pemikirannya dalam bidang tasawuf dan fiqh. Serta didorong pula oleh situasi pendidikan yang ada pada saat itu di belahan  Benua Afrika pada umumnya dan husunya di Negara Tunisia dengan sistem  kebiasaan lama (tradisonal) yaitu sistem Talaqqi.

Pemikiran pendidikan Islam al-Qabisi sangat menarik untuk dikaji. Sehingga pada kesempatan kali ini penulis akan mengkaji pemikiran pendidikan Islam al-Qabisi.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:

1.      Siapa sosok al-Qabisi ?

2.      Seperti apa pendidikan al-Qabisi ?

3.      Bagaimana pemikiran al-Qabisi ?

4.      Apa saja karya al-Qabisi ?

5.      Bagaimana analisis kritis tentang konsep pemikiran pendidikan Islam al-Qabisi ?

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Biografi al-Qabisi

Nama lengkap ABU AL-HASAN ‘ALI BIN MUHAMMAD BIN  KHOLAF AL-MA’AFIRI AL-QOBISI AL-FAQIH AL-QOIRWANI. lahir pada tahun 324 H/935 M di kampung Qoirowan, Tunisia, oleh karena itu dikenal dengan Syeikh Qoirowani. Menurut Ibnu Naji di dalam kitab  معالم الإيمان فى معرفة أهل القىروان  yang di ambil juga dari kitab مدارك العلم   karangan Qhodi ‘Iyad dijuluki ‘ALI AL-QABISI atau IBNU AL-QABISI karena beliau punya Paman yang sangat kencang mengikat sorbannya di kepala, sehingga di juluki al-Qabisi. Wafat 403 H/1012 M. Sedangkan dalam literatur buku-buku klasik, tidak ditemukan siapa nama Ibunya.

Berkata Addibagh, Abu al-Hasan al-Qobisi adalah orang yang ‘alim, mampu mengimbangi antara menuntut ilmu dan beribadah, waro’, zuhud, pemberani, lemah lembut, rendah hati, jiwanya bersih, mencintai orang fakir, sering  berpuasa dan tahajjud, banyak membaca al-quran, memiliki banyak kelebihan, memiliki sifat qona’ah, lembut kepada orang yang selalu berbuat dosa, menyembunyikan segala penderitaan dan kesulitan yang di hadapi, sabar atas cacian dan hinaan, melayani saudara se muslim, rendah hati kepada saudara dan kerabat, selalu memberikan infak dan menjaga sillaturrahmi. Meninggal pada usia 77 tahun. Di kuburkan di daerah Qoirwan di pemakaman “Aroyhanah”.
belia adalah orang yang hebat lagi mulya, keturunan asli benua Afrika pada ke 4 hijriyah bertepatan abad ke 10 masehi

 

B.     Pendidikan al-Qabisi

Dengan latar belakang yang tidak diragukan lagi dari segi keilmuan agama, masa kecil al-Qabisi banyak dihabiskan menimba ilmu agama. Semasa kecil dan remajanya belajar di Kota Qoirowan. Ia mulai mempelajari Al-Qur’an, hadits, fikih, ilmu-ilmu bahasa Arab dan Qira’at dari beberapa ulama yang terkenal di kotanya. Di antara ulama yang besar sekali memberi pengaruh pada dirinya adalah Abu Al-‘Abbas Al-Ibyani yang amat menguasai fikih mazhab Malik. Beliau berangkat ke timur (Makkah ) pada tahun 352 H/963 M, untuk melaksanakan Haji sambil menuntut ilmu di sana kepada Syeikh dari Hijaz dan Mesir, kemudian menghatamkan kitab Shohih Bukhori, menghatamkan kitab al-muatto’ karya imam Malik bin Anas, sehingga menjadi terkenal sebagai ahli hadits dan ahli fikih pada abad ke 4 hijriyah, kemudian kembali lagi ke Qoirowan pada tahun 357 H/967 M. Adapun guru – guru al-Qabisi sebagai berikut :

A.    ULAMA dari benua  AFRIKA :

1.      ABU AL-‘ABBAS AL-IBYANI ATTAMIMI ( w. 352 H/963 M)

Ahli ilmu fikih, yang berasal dari TUNISIA

2.      IBNU MASRUR ADDIBAGH (w. 359H/969M)

3.      ABU ABDILLAH BIN MASRUR AL-‘ASSALI (w. 346H/957M)

4.      IBNU AL-HAJJAJ (w. 346H/957M)

5.      ABU AL-HASAN AL-KANISYI (w. 347 H/958M)

6.      DARROS BIN ISMAIL AL-FASI (w.357h/967m)

7.      ABU AL-QOSIM ZIYAD BIN YUNUS AL-YAHSUBIY AS-SIDRIY (w. 361 H/971 M)

8.      IBNU ZAKARUN (W 370 H/980 M)

9.      ABU ISHAQ AL-JIBINYANI (W.369h/979M)

 

B.     ULAMA TIMUR :

1.      ABU AL-QOSIM HAMZAH BIN MUHAMMAD AL-KINANI (Belajar kitab Sunan An-Nasai)

2.      ABU ZAID MUHAMM BIN AHMAD AL-MARWAZI (kitab Shohih Bukhori MAKKAH)

3.      ABU AL-FATH BIN BADHAN

4.      ABU BAKAR MUHAMMAD BIN SULAIMAN AN-NU’ALI (ULAMA MESIR)

5.      ABU AHMAD MUHAMMAD BIN AHMAD AL-JURJANI

6.      ABU DZAR AL-HAROWI

 

C.    Pemikiran Pendidikan Islam al-Qabisi

Beliau adalah seorang yang bermazhab maliki, yang menganut faham asy’ariyah, berpengaruh dalam bidang ilmu qiroat, ahli dalam bidang ilmu fikih, banyak mengeluarkan fatwa, termasuk para pencetus ilmu kependikian islam dan banyak mengarang kitab-kitab serta kitab yang berkaitan dengan dunia pendidikan..

 

Berkata Qadhi Iyadh, al-Qabisi adalah ahli fikih, ahli ilmu ushul fiqh, ahli ilmu kalam, dia buta dan tidak bisa melihat sama sekali, paling sohih atau paling teliti dalam menulis kitab, bahasa yang digunakan nya dalam penulisan kitab sangat dalam maknanya, dan paling dipercaya dan diunggulkan kitabnya pada masanya, maksud dari buta disini ada dua kemungkinan, bisa jadi buta dari semenjak lahir, atau bisa jadi buta  pada waktu masa anak-anak saja atau bisa jadi maksud buta di sini adalah pada waktu masih kecil belum memiliki ilmu pengetahuan.

Dan menurut pendapat yang kuat adalah , tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan sempurna, beliau buta setelah bersusah payah sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dalam masa yang panjang dan beliau buta di sisa-sisa umurnya. 

Pendidikan dan pengajaran yang di utamakan oleh Al-Qabisi di dalam kitabnya ar-Risalah al-Mufasshilah li ahwalil muta’allimin wa ahkamil mu’allimin wal muta’allimin yaitu : Didalam bukunya jilid ke 1 al- Qabisi menjelaskan tentang  Iman, Islam, Ihsan, sifat Istiqomah, keutamaan al-Quran, siapa yang wajib belajar dan kepada siapa al-quran diajarkan, kedudukan orang yang menghafal al-quran dan adab-adab ketika membaca al-quran  serta adab hafiz quran.

Dalam bab ini, al-Qabisi mengajarkan dasar-dasar akhlak ketika menuntut ilmu, memberikan pondasi akhlak yang baik bagi seorang pendidik yang sesuai akidah ahlu sunnah waljama’ah, beliau mengajarkan juga bahwasanya sebaik-baik figur yang wajib diikuti adalah baginda Rasululllah SAW, mengajak kepada para orang tua untuk memahami bahwasanya sebaik-baik pengajaran yang paling dahulu di ajarkan adalah tentang al-qur’an meskipun dengan waktu yang sangat lama dalam memahami keutamaan-keutamaan al-quran, beliau juga menjelaskan bagaimana kita bersahabat dengan al-quran, bagaimana adab orang yang membawa al-quran dan penghafal al-quran, beliau menjelaskan juga siapa yang wajib mengajarkan anak dalam pendidikan , dan apakah anak kecil wajib belajar dengan ayahnya atau belajar kepada orang lain, dan siapa yang mengajarkan anak perempuan.

Metode pendidikan yang digunakan di benua afrika secara umum dan hususnya yang diterapkan oleh al-Qabisi adalah mengajarkan cara membaca al-quran, kemudian menulisnya dengan benar dan khususnya cara ini digunakan  untuk menghafal alquran.

Ibnu Khaldun berkata didalam bukunya “al-muqoddimah” adapun penduduk afrika yang pertama kali mereka ajarkan kepada anak-anak mereka adalah al-qur’an kemudian hadits lalu ilmu-ilmu pokok agama, mereka tidak membahas perbedaan riwayat dan qiroatnya seperti kebanyakan selain al-qabisi dan dia juga fokus terhadap tulisan al-quran.

Di dalam bukunya jilid ke 2 membahas tentang cara-cara seorang pendidik mengajarkan penuntut imu secara umum, dan cara seorang pendidik mengajarkan anak kecil. Di dalam bab ini, dijelaskan bagaimana adab seorang Pendidik dan peserta didik serta sunnah-sunah nya. Beliau mengajarkan juga bagaimana cara  mengajarkan al-quran yang baik kepada anak kecil, dan hendaklah bagi seorang pendidik mengajarkan peserta didiknya tentang manfaat mempelajari al-quran, dan hendaknya tidak mengambil bayaran atau upah ketika mengajarkan al-quran secara individu, dan apakah seorang muslim boleh mengajarkan orang nasroni, atau apakah kita boleh meninggalkan orang nasrani yang sedang mengajarkan orang islam, dan apakah di syaratkan bagi seorang pendidik menghapal al-quran secara lancar.

Disini di jelaskan strategi seorang pendidik ketika megajarkan anak kecil, kemudian bersikap adil kepada mereka, dan bagaimana bersahabat dengan mereka, dan apakah mereka boleh saling tolong menolong diantara para peserta didik, atau hanya menolong satu orang saja, dan apakah boleh mewakilkan atau menyuruh murid untuk memenuhi kebutuhan pendidik, apakah boleh seorang guru hanya fokus hanya satu orang peserta didik saja atau memfokuskan satu orang peserta didik untuk membantu segala kebutuhan pendidik, bagaimana menyusun waktu belajar peserta didik dan menentukan buku-buku yang cocok untuk mereka, dan bagaimana pendidik melakukan pendekatan kepada murid biar tidak terkesan kaku serta membatasi nya atau menjaga jarak sehingga wibawa pendidik tetap terjaga, mengatur waktu yang tepat bagi peserta didik  untuk belajar dan waktu istirahat mereka,  dan membatasi atau menentukan adab-adab peserta didik, dan bagi pendidik hendaknya menggunakan alat peraga untuk membantu pengajaran, menentukan tempat untuk mengajarkan mereka, dan apakah pengajaran tersebut dilakukan  di masjid, dan apakah boleh mengajarkan peserta didik dengan dua atau lebih tenaga pendidik, dan apakah boleh  peserta didik belajar dalam satu kelompok yang didalam nya berkumpul laki-laki dan perempuan,  apakah boleh menyentuh mushaf al-quran ketika sedang tidak suci dalam belajar, dan mereka melaksanakan wudhu untuk menyentuh al-quran dan dilanjutkan shalat , dan apa hukumnya mereka melakukan shalat berjamaah yang di imami oleh salah seorang peserta didik.

Sedangkan didalam bukunya jilid ke 3, beliau menjelaskan tentang bagaimana cara pendidik mengajarkan anak kecil, Pendidikan tentang bagaimana seorang suami mengajarkan istri dan anak-anaknya, penjelasan hadist nabi tentang al-Quran diturunkan dengan 7 Huruf.

Dan pada bab  ini, dijelaskan secara rinci hukum syar’i nya tentang bayaran atau upah seorang pendidik, pemberian hadiah , diakhir  penutup buku tersebut di jelaskan tentang qiroat atau cara-cara membaca al-quran yang mutawatir secara syar’i.

            Poin-poin besar atau titik fokus pengajaran metode al-Qabisi yaitu; mengi’rob al-quran, memberikan harokat atau baris al-quran, menulis huruf hijaiyah, mempelajari khot (jenis tulisan arab), mempelajari qiroat yang memiliki sumbernya dan membacanya denga tartil, mengajarkan tentang wudhu, mengajarkan shalat dengan beberapa ruku dan sujudnya, mempelajari bacaan-bacaan shalat, bacaan takbir dan caranya, cara duduk ketika shalat, takbiratul ihram, salam, semua takbir dari awal sampai akhir, tasyahud awal dan akhir, doa qunut ketika subuh, shalat jenazah, mendoakan atas mayit, shalat-shalat sunnah seperti dua rokaat shalat fajar, shalat witir, shalat dua hari raya, shalat istisqa (minta hujan), shala khusuf (gerhana) dan mengajarkan kepada peserta didik tentang masalah-masalah yang bekaitan dengan agama. Dan dilarang bagi remaja putri untuk mempelajari seni melempar (undian) dan syair (atau lagu-lagu)

Adapaun bagi remaja laki-laki maka tidak dilarang  mempelajari ilmu hitung-hitungan (Hisab), syair (lagu), tentang persuratan, sejarah-sejarah arab, ilmu bahasa. Ini semua boleh dipelajari tetapi kedudukan nya adalah  setelah mempelajari al-quran.

Al-qabisi menasihati kepada Para Pendidik untuk mengajarkan ilmu hitung-hitungan kepada anak-anak setelah mempelajari al-quran, karena begitu pentingnya ilmu hisab atau hitungan, karena digunakan untuk menentukan kegiatan –kegiatan keagmaan  seperti idul fitri dan lainnya. Dan bagi pemuda laki-laki boleh mempelajari syair  jika tidak mengarah kepada perbuatan keji, juga mempelajari dialek ungkapan – ungkapan orang arab dan informasi yang berkembang di sekitarnya, akan tetapi ini tidak wajib hukum mempelajarinya.

Menurut ibnu Kholdun, tentang  sistem al-qabisi seperti metode menulis dahulu sebelum dihafalkan karena ada nilai yang sangat positif, yaitu bertambahnya faedah atau manfaat ketika menulis, menguatkan hafalan dan mampu menela’ah kalimat-kalimat yang sama, sehingga menjadi cepat hafal dan mudah menjaganya dari kekeliruan. Memulai pelajaran bagi anak kecil  dimulai dengan balajar al-quran metode menulis adalah manfaatnya bagi peserta didik yaitu mendapatkan lebih banyak ilmu, menghindari dari kesalahan-kesalahan ketika menyusun huruf –huruf menjadi kata, kemudian menggabungkan dari beberapa lafazh sehingga menjadi kalimat yang  memiliki makna yang benar. Jika proses belajar seperti ini dilakukan, maka lama kelamaan akan terbiasa dan menjadi mudah dalam menyususun huruf menjadi lafazh dan dari beberapa lafazh menjadi kalimat, sehingga menambah kecerdasan  dan menguatkan intelektualitas peserta didik.

Metode mempelajari al-quran dahulu, kemudian mempelajari cara penulisannya, kemudian beralih mempelajari ilmu hisab, ini adalah metode pembelajaran yang sangat penting menurut ibnu kholdun dalam dunia pendidikan. Ketika anak kecil sudah mulai mempelajari ilmu hisab atau berhitung, maka secara tidak langsung akan mencetak akhlak yang baik dikarenakan dia akan berusaha mencari jawaban yang benar setiap penghitungan setelah mempelajari cara membaca al-quran dan menulisnya. Sebagaimana ucapan ibnu kholdun  siapa orang yang menjadikannya ilmu hisab sebagai  perkara yang paling utama, maka akan akan tercetak pada diri orang tersebut akhlak yang baik dan selalu mencari kebenaran dari setiap permasalahan yang ada dan pada dirinya akan selalu mencari solusi atau jalan keluar dari setiap masalahnya”, yang termasuk bagian dari ilmu hisab yaitu handasah (Arsitek/teknik), dimana seorang insinyur akan membuat garis-garis atau tepi-tepi yang sama dengan ukuran atau rumus yang langsung di dengar dari gurunya. Sebagaimana yang di tulis didalam kitab al-Muqoddimah milik Ibnu kholdun “ketahuliah bahwasanya ilmu arsitektur itu membuat pelakunya lebih teliti dan detail dalam penghitungan, dan memiliki kemandirian dan istiqomah dalam berpikir karena dia mengetahui alasan-alasan dalam penghitungannya dan selalu berusaha goresan nya atau gambarnya tidak salah dalam membuatnya, sebagaimana guru-guru kami juga berkata “ mempelajari ilmu arsitektur di ibaratkan seperti sabun dan baju,  sabun mampu membersihkan baju dari segala kotoran yang menyebabkan timbulnya penyakit, begitu juga ilmu arsitek atau ilmu hitung mampu menghindari dari segala kesalahan –kesalahn pemahaman segala hal.

Ketika mengajarkan menghafal al-qur’an, al-qabisi menggunakan metode membaca al-quran secara bersama-sama, menilai dan menyimak setiap bacaan siswa,kemudian memilih satu peserta didik yang bacaannya paling fasih untuk lebih mengeraskan suaranya, pada kondisi seperti ini seorang pendidik di bolehkan untuk membedakan antara siswa yang hafalannya kuat dan yang lemah. Hal ini sesuai dengan beberapa pertanyaan yang disampaikan kepada al-Qabisi, apakah seorang pemuda atau orang-orang yang sudah dewasa  mereka membaca bersama-sama  dalam satu surat yang sama ketika belajar, al-Qabisi menjawab, hendaklah seorang pendidik mencari  siapa dari peserta didik yang paling bagus dan yang paling salih untuk mengajarkan mereka dan memerintahkan mereka serta menunjuk salah seorang dari mereka yang paling berkualitas bacaanya, karena pada kondisi tersebut baca secara bersama yang paling dibutuhkan untuk memimpin proses belajar adalah yang paling kuat hafalannya dan bagus bacaanya, kemudian  orang pilihan tersebut mengajarkan beberapa peserta yang memilki kekurangan dalam qualitas belajar.

Al-Qabisi juga menganggap perlu di buatkan perarturan yang mengikat dengan tegas dan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut, maka diperlukan pemberian sanksi hukuman fisik yang tegas  yang sifatnya mendidik dengan tujuan kebaikan  jika itu satu-satunya solusi terahir.

Pelaksanan hukuman fisik dalam pengajaran menurut al-Qabisi dan beberapa ulama klasik Tunisia memiliki beberapa syarat dan batasan-batasan :

Bagaimana hukumnya menggunakan lidih atau sejenisnya dan bentuk kekerasan fisik lainnya seperti jewer untuk  menghukum peserta didik dalam pendidikan?

Menggunakan lidih atau sejenisnya seperti rotan, sorban, sarung atau tindakan lainnya yang dianggap mengandung unsur kekerasan, maka di dalam pelaksanaanya akan mempengaruhi  kejiwaan bagi penerima sanksi tersebut menurut  dokter ahli farmasi dizaman itu yaitu ibnu al-jazar al-qoirowani (285-369H), yaitu merupakan pengobatan bagi si anak   dengan media tangan, dan merupakan obat kejiwaan serta akan membentuk akhlak yang baik. Sehingga dengan pemberian hukuman tersebut membuat anak lebih jera dan lebih takut sehingga anak bisa mentadabburi pelajaran  sehingga akan terjadi perbaikan dan menimbulkan adab yang baik. Dimana pengertian adab itu sendiri berpindahnya dari satu kebiasaan tercela kepada kebiasaan yang terpuji. Karena pada fase ini  secara tidak langsung akan membentuk karakter perubahan yang baik ketika mereka memasuki fase remaja. Ibnu al-jazzar berkata “ sesungguhnya akan terjadi populasi manusia yang memiliki akhlak yang buruk apabila tidak diberikan pendidikan karakater yang baik dimasa kecilnya”, kemudian Dokter al-qoirwani tersebut juga memberikan perhatian khusus  tentang hal ini sehingga beliau memerintahkan kepada orang tua pada saat itu untuk selalu mendidik anak-anaknya dimasa kecil, karena mereka tidak akan bisa menjadi mulya dimasa yang akan datang jika mereka tidak  berkumpul kepada orang-orang yang baik, melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan dan pergaulan atau sosial yang baik dimasa kecilnya. Siapa orang yang mebiasakan anaknya dengan pendidikan tersebut dengan membiasakan melakukan perbuatan yang terpuji dan berkumpul dengan orang-orang baik dimasa kecilnya, maka secara otomatis anak tersebut  memiliki rasa cinta, menjadi mulya sehingga tercapai kebahagiaan  dan sosial yang baik diantara mereka, namun jika sebaliknya, anak tersebut akan memiliki karakter buruk, selalu menyakiti sesama, tidak di hormati dan pengetahuanya pun tidak bertambah, sehingga akan mendapatkan penyesalan dari kesalahan tersebut. Dokter al-qoirowani juga mengatakan kepada para murobbi atau para pendidik, pemangku wilayah, para tokoh agama untuk menggalakkan program perbaikan akhlak dengan sistem tersebut, karena masa anak2 adalah masa perkembangan  dan masa keemasan untuk membentuk karakter sebagaimana qoul hikmah العادة طبيعة ثانية  kebiasaan adalah menjadi karakter kedua dari seseorang. Ibnu jazar juga menambahkan, jika pendidikan dengan kelembutan tidak bisa, boleh pula dengan sedikit himbauan atau peringatan, bahkan dengan sedikit hukuman fisik juga dibolehkan dengan catatan dilihat karakter peserta didiknya, beliau berkata “ Sesungguhnya pendidikan yang benar terhadap pemuda,  jika dia memiliki karakter yang kurang beradab, maka  mengajarkannya dengan penjelasan di ikuti dengan argumen yang sedikit tegas dan keras, apabila  kesalahan tersebut terjadi pada anak yang memilki karakter pribadi yang baik maka cara menyampaikan penjelasannya dengan kecintaan, dengan kemulyaan dan dengan cara-cara yang baik sehingga mendidik anak tersebut terasa sangat mudah, beda halnya dengan menangani anak yang sedikit ngeyel atau agak susah di bilangin, maka kita sampaikan juga dan kita nasehati dengan baik tanpa harus dilakukan di hadapan teman-teman sesamanya. Adapun jika anak yang memang tidak punya rasa malu atau tidak merasa bersalah padahal melakukan kesalahan, tidak memilki karakter akhlak yang baik, senang berbohong, susah di aturnya, maka solusinya  di kasih peringatan, di takut-takuti dan bahkan boleh pula diperingatkan dengan sedikit pukulan ringan jika itu tidak berhasil.

Hukuman menurut syariat islam

Muhammmad bin Sahnun berkata, islam mensyariatkan hukuman serta menjelaskan caranya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi peserta didik serta dibolehkan penerapannya dalam rangka pendidikan. Memukul anak adalah memilki manfaat sebagaimana di bolehkan pula oleh al-qabisi dengan pukulan yang ringan, hal itu merupakan konsekuensi ketika melakukan kesalahan atau pelanggaran dalam belajar,  bahkan pukulan itu di berikan sampai tiga kali tergantung kesalahannya. Contohnya ketika hafalannya tidak bagus maka di pukul, atau juga ketika menulis ada yang salah atau kurang hurufnya , salah bentuk tulisannya, salah memberikan titik dan sudah dijelaskan berulang kali tetapi masih sama kesalahannya disebabkan karena lalai atau cuek terhadap kesalahan tersebut.

Sikap pendidk ketika memberikan sangsi di tolak oleh siswa

Al-qabisi menyampaikan kepada para pendidik ketika sebelum melakukan sangsi pukulan, hendaklah menahan emosi dengan cara tidak mengeluarkan kata-kata celaan terhadap siswa seperti  menyebutkan nama-nama binatang dan lainnya serta tidak boleh bersumpah mendoakan yang buruk, jika terucap sekali saja, maka ucapkanlah Istigfar dan berpalinglah dari hal tersebut.

Pada kenyataannya, menurut pendapat para pendidik zaman sekarang, bahwasanya hukuman yang di iringi perkataan celaan tersebut  dapat menyakiti perasaan anak, sehingga berpengaruh sikap kebencian dari siswa terhadap guru tersebut karena  ucapannya. Ketika seorang guru tidak menjaga ucapannya, maka wibawanya pun akan turun bahkan hilang dimata siswa.

Al-qabisi berkata : “Sesungguhnya didalam ucapan yang jelek atau celaan terkandung didalamnya sebuah kebencian, oleh karena itu rasulullah SAW selalu  melarang kepada para Qadhi untuk memiliki sifat pemarah. Umar bin ‘abdul aziz  pernah memerintahkan kepada bawahannya untuk memukul manusia  dalam suatu perkara, maka ketika perintah tersebut segera dilaksanakan, beliau berkata, batalkan hukuman tersebut, sesungguhnya di dalam hatiku  dipenuhi sifat marah, maka aku membenci memberikan hukuman dalam keadaan emosi atau marah. Oleh karena itu sudah sepatutnya seorang pendidik untuk selalu menjaga pribadinya sehingga menimbulkan keihklasan dan ketennagan dalam memberikan sangsi sehingga adab-adab  guru menjadi contoh yang baik untuk siswa.

Macam-macam pukulan atau hukuman fisik dan batasan-batasannya

Sebagaiaman yang di terapakan oleh al-Qabisi dan Muhammad bin Sahnun  dalam pemberian hukuman pukul,   bahwasanya alat yang digunakan adalah alat yang halus  dan kecil atau intinya alat yang tidak menyebabkan kulit hancur  tidak membuat siswa lemah atau pingsan, mungkin bisa juga disebut seperti lidih sapu, meskipun bentuknya kecil tetapi pengaruhnya sangat besar dan boleh di lakukan sampai 3 kali. Adapun jika ingin menghukum lebih dari 3 kali pukulan, maka wajib meminta ijin orangtuanya atau wali siswa bagi yang statusnya yatim atau piatu.

Jika sorang siswa melakukan tindak kriminal, bermain sambil menyakiti sehingga mengancam keselamatan jiwa orang lain, melakukan tawuran atau peperangan  maka sepatutnya bagi seorang pendidik untuk menyampaikan ke orangtuanya atau memanggilnya dan menyampaikannya masalah yang dilakukan oleh si anak tersebut apabila anak tersebut  sudah menjalani hukuman dipukul tiga kali. lebih dari itu, maka sorang pendidik tidak boleh memberikan hukuman tambahan.

Adapun alatnya bisa dibuat sendiri, intinya alatnya  basah, aman, sehingga tidak menyebabkan kematian, seperti cambuk, rotan dan lainnya. Al-Qabisi melarang menggunakan tatakan untuk masak atau benda-benda yg keras seperti tongkat dan besi dan hukuman ini berlaku hanya untuk laki-laki saja.

Berlaku adil dalam memberikan hukuman

Al-qabisi sangat cermat dan teliti dalam memberikan hukuman kepada siswanya. Apabila siswa layak di pukul dari segi bentuk badannya, maka hukuman tersebut di berlakukan.  Artinya pemberian hukuman tersebut disesuaikan dengan fisik atau badan siswa. Dan pemberian hukuman memukul adalah setelah di nasehati sampai 3 kali tetapi tetap masih dilakukan pelanggaran tersebut. Mayoritas  Ulama fiqih sepakat menerapkan hukuman  pukul tersebut dengan syarat tidak terlalu keras dan menimbulkan bahaya besar. Adapun jika hukuman tersebut kemudian menjadi meninggal, maka sang guru mendapatkan qisos dari keluarga siswa,  Jika memukulnya dengan tongkat atau dengan alat-alat yang berat.           

D.    Karya al-Qabisi

Al-Qabisi termasuk sosok ulama yang sangat produktif dalam menulis karyanya. Karyanya yang paling terkenal dalam dunia pendidikan yaitu kitab Ariisalah al-mufasshilah liahwalil muta’alimin wa ahkamil mu’allimin wal muta’allimin. Kitab ini sebagai penjelas dan memperinci apa yang dibahas di dalam kitab اداب المعلمين  karangan Syeikh Muhammad bin Sahnun. Kitab ini bukan hanya membahas  permasalahan  yang umum dalam pendidikan, bahkan lebih detail dan terperinci lagi pembahasannya, seperti pembahasan tentang gaji guru, tentang kurikulum pendidikan, acara-acara yang berkaitan dengan pendidikan, kata-kata mutiara  dan ungkapan-ungkapan yang sifatanya mendidik, dan ide-ide atau gagasan baru yang bermanfaat bagi peserta didik dan tenaga pendidik. Adapun Kitab-kitab yang di karangnya yaitu :

1.      Al-mulakkhos limusnad muwattho’ Malik bin Anas

2.      Al-mumahhidu fi al-fiqh

3.      Al-munabbah lilfithon wal mub’id min syibahi at-ta’wil

4.      Ahkam ad-diyanah

5.      Manasik al- haj

6.      Ruttabil ilmi wa ahwali ahlihi

7.      Ariisalah al-mufasshilah liahwalil muta’alimin wa ahkamil mu’allimin wal muta’allimin 

E.     Analisis Kritis

Pemikiran Pendidikan Islam al-Qabisi  menurut penulis sangat relevan sekali jika dikaitkan dengan zaman modern saat ini dimana moral anak-anak zaman sekarang sudah kurang baik disebabkan budaya barat yang masuk dengan cepat lewat media internet. Belajar membutuhkan proses yang lama dan bertahap. Ilmu tidak akan mudah difahami apabila hati kita masih kotor dengan perbuatan maksiat dan jauh dari nilai-nilai al-Quran . Kita perlu mendalami al-Quran terlebih dahulu dalam  belajar sebelum mempelajari ilmu lain.

Dalam menuntut ilmu kita perlu mengetahui etika dalam  kegiatan belajar mengajar seperti tugas dan tanggung jawab murid dan juga mengetahui etika bagi guru yaitu tugas dan tanggung jawab guru serta etika terhadap buku, alat pelajaran, peraturan-peraturan dan sangsinya  dan juga hal-hal yang berkaitan dengannya.

Dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh al-Qabisi, mulai dari proses belajar mengajar, media belajar yang digunakan serta sistem sanksi atau yang diterapkan menurut hemat penulis bahwasanya baik dan bagus, tinggal bagaimana lembaga tersebut mensosialisasikannya ke tenaga pendidik, peserta didik dan orang tua siswa dengan cara-cara yang baik dan lemah lembut.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Adapun kesimpulannya dari metode-metode yang diterapkan al-qabisi dalam pendidikan islam adalah mengajarkan cara membaca al-quran kemudian menulisnya dengan benar sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Dan sesungguhnya menulis nya langsung di kitabnya, ini merupakan salah satu cara yang baik, dan meguatkan penjelasan apa yang terkandungnya. Kemudian anak-anak mulai menghafalnya  di dalam hati. Adapun mempelajari syari’at atau undang-undang islam  dan ilmu-ilmu yang lain atau ilmu umum maka sesungguhnya cukup dengan memahaminya saja tidak perlu dihafalkan..

B.Saran dan Harapan

1.      Bagi Pendidik

Dengan mengetahui konsep pendidikan yang ditulis oleh al-Qabisi, guru dapat menyampaikan  materi dengan baik dan benar serta dengan etika yang sesuai bagi seorang guru sehingga tujuan  pembelajaran dapat tercapai.

2.      Bagi Siswa

Konsep pendidikan yang ditawarkan al-Qabisi yang terdapat dalam buku almufasshilah li ahwalil muta’allimin wa ahkam al-mu’allimin wal muta’allimin telah memberikan petunjuk bagi seorang guru dan murid. Dengan adanya buku tersebut dapat dijadikan pedoman siswa sebagaimana etika seorang  murid dalam  menuntut ilmu Allah sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat. 

DAFTAR PUSTAKA

‘Ali bin Muhammad, Abul Hasan. .Arrisalah almufashshilah li ahwalil mut’aalimin wa ahkamul m’allimin wal muta’allimin, Cet. I; Syirkah Tunisiah, 1986.

Kholid, Ahmad. .Arrisalah almufashshilah li ahwalil mut’aalimin wa ahkamul m’allimin wal muta’allimin, Dirosat wattahqiq.  Cet. I; Syirkah Tunisiah, 1986.

Tidak ada komentar:

Macam-macam khot

Cara membuat huruf Fa, Qof dan Wawu Khot Naskhi

              Mengolah huruf Fa, Qof dan Wawu. Kepala huruf Fa, Wawu dan Qof bentuk dan ukurannya sama, peletakannya sama-sama diatas gari...