PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di zaman
sekarang ini, kita pernah mendengar terjadinya
kekerasan dalam dunia pendidikan. Misalanya guru menghukum siswa dengan bentuk
hukuman fisik dipukul dengan rotan,
terjadi pembulian antar siswa, terjadinya pelecehan seksual seorang
pendidik dengan siswa atau sebaliknya, seorang guru di laporkan ke polisi cuma
karena menjewer siswanya. Ini sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di
telinga kita. Berangkat dari
permasalahan tersebut, penulis mencoba mengklarifikasi apakah hal itu terjadi
karena ada yang keliru pada diri Para Pendidik dalam memahami tugas dan
fungsinya sebagai pendidik atau disebabkan karena siswanya yang memang tidak
memahami adab yang baik sebagai siswa atau hanya media saja yang selalu
membesar-besarkan masalah kecil sehingga menjadi besar di dengar nya. Dalam
kesempatan ini, penulis mencoba menelaah bagaimana ulama-ulama
klasik atau ulama-ulama terdahulu membuat sebuah manajamen kegiatan pendidikan
menjadi lebih bernilai keberkahan bagi masyarakat lingkungan sekolah, sehingga
pendidikan tidak terkesan asal-asalan dalam menjalankan kegiatannya. Salah satu
ulama klasik yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidkan dan boleh juga
disebut sebagai founding father nya para Pendidik yaitu Al-Qobisi.
Sosok ulama
yang satu ini mungkin sudah tidak begitu akrab di telinga umat Islam Indonesia
khususnya, karena beliau merupakan Ulama yang hidup di awal masa perkembangan islam yang mana pada
saat itu sistem manajemen pendidikannya pun terkesan monoton dan tidak ada kemajuan jika
di bandingkan dengan masa sekarang menurut sebagian orang. Tetapi
sistem Pendidikan al-Qabisi masih dipertahankan di beberapa lembaga Pendidikan
hususnya di dunia pesantren.
Al-Qabisi adalah salah seorang yang ahli dalam bidang ilmu fikih, ahli
hadits dan juga tokoh yang memiliki pemikiran di berbagai disiplin keilmuwan,
diantaranya teologi, tasawuf, dan kependidikan.
Pemikiran al-Qabisi
dalam bidang Pendidikan lebih banyak ditinjau dari segi etika dalam pendidikan.
Etika dalam pendidikan banyak diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya
Ulumiddin pada bagian adab kesopanan pelajar dan pengajar. Dalam dunia
pendidikan sekarang, banyak disinggung dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan pendidikan dan para ahli psikologi pendidikan, menyinggungnya dalam
kepribadian yang efektif bagi pelajar dan mengajar.
Pemikiran al-Qabisi
sendiri dalam hal ini boleh jadi diwarnai dengan keahliannya dalam bidang ilmu
Qiroat, pemikirannya dalam bidang tasawuf dan fiqh. Serta didorong pula oleh
situasi pendidikan yang ada pada saat itu di belahan Benua Afrika pada umumnya dan
husunya di Negara Tunisia dengan sistem kebiasaan lama (tradisonal) yaitu sistem Talaqqi.
Pemikiran pendidikan Islam al-Qabisi sangat menarik untuk dikaji.
Sehingga pada kesempatan kali ini penulis akan mengkaji pemikiran pendidikan Islam al-Qabisi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Siapa sosok al-Qabisi ?
2.
Seperti apa pendidikan al-Qabisi ?
3. Bagaimana pemikiran al-Qabisi ?
4.
Apa saja karya al-Qabisi ?
5.
Bagaimana analisis kritis tentang
konsep pemikiran pendidikan Islam al-Qabisi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi al-Qabisi
Nama lengkap ABU AL-HASAN ‘ALI BIN
MUHAMMAD BIN KHOLAF AL-MA’AFIRI
AL-QOBISI AL-FAQIH AL-QOIRWANI. lahir pada tahun 324 H/935 M di kampung Qoirowan,
Tunisia, oleh karena itu dikenal dengan Syeikh Qoirowani. Menurut Ibnu Naji di
dalam kitab معالم الإيمان فى معرفة أهل القىروان yang di ambil juga dari kitab مدارك العلم karangan Qhodi ‘Iyad dijuluki ‘ALI AL-QABISI
atau IBNU AL-QABISI karena beliau punya Paman yang sangat kencang mengikat
sorbannya di kepala, sehingga di juluki al-Qabisi. Wafat 403 H/1012 M. Sedangkan dalam literatur buku-buku
klasik, tidak ditemukan siapa nama Ibunya.
Berkata Addibagh, Abu
al-Hasan al-Qobisi adalah orang yang ‘alim, mampu mengimbangi antara menuntut
ilmu dan beribadah, waro’, zuhud, pemberani, lemah lembut, rendah hati, jiwanya
bersih, mencintai orang fakir, sering
berpuasa dan tahajjud, banyak membaca al-quran, memiliki banyak
kelebihan, memiliki sifat qona’ah, lembut kepada orang yang selalu berbuat
dosa, menyembunyikan segala penderitaan dan kesulitan yang di hadapi, sabar
atas cacian dan hinaan, melayani saudara se muslim, rendah hati kepada saudara
dan kerabat, selalu memberikan infak dan menjaga sillaturrahmi. Meninggal pada
usia 77 tahun. Di kuburkan di daerah Qoirwan di pemakaman “Aroyhanah”.
belia adalah orang yang hebat lagi mulya, keturunan asli benua Afrika pada ke 4
hijriyah bertepatan abad ke 10 masehi
B.
Pendidikan al-Qabisi
Dengan latar belakang yang tidak
diragukan lagi dari segi keilmuan agama, masa kecil al-Qabisi banyak dihabiskan menimba ilmu agama. Semasa
kecil dan remajanya belajar di Kota Qoirowan. Ia mulai mempelajari Al-Qur’an,
hadits, fikih, ilmu-ilmu bahasa Arab dan Qira’at dari beberapa ulama yang
terkenal di kotanya. Di antara ulama yang besar sekali memberi pengaruh pada
dirinya adalah Abu Al-‘Abbas Al-Ibyani yang amat menguasai fikih mazhab Malik. Beliau berangkat ke
timur (Makkah ) pada tahun 352 H/963 M, untuk melaksanakan Haji sambil menuntut
ilmu di sana kepada Syeikh dari Hijaz dan Mesir, kemudian menghatamkan kitab
Shohih Bukhori, menghatamkan kitab al-muatto’ karya imam Malik bin Anas,
sehingga menjadi terkenal sebagai ahli hadits dan ahli fikih pada abad ke 4
hijriyah, kemudian kembali lagi ke Qoirowan pada tahun 357 H/967 M. Adapun guru – guru al-Qabisi sebagai
berikut :
A.
ULAMA dari benua AFRIKA :
1.
ABU AL-‘ABBAS AL-IBYANI
ATTAMIMI ( w. 352 H/963 M)
Ahli ilmu fikih, yang berasal dari TUNISIA
2.
IBNU MASRUR ADDIBAGH
(w. 359H/969M)
3.
ABU ABDILLAH BIN
MASRUR AL-‘ASSALI (w. 346H/957M)
4.
IBNU AL-HAJJAJ (w.
346H/957M)
5.
ABU AL-HASAN
AL-KANISYI (w. 347 H/958M)
6.
DARROS BIN ISMAIL
AL-FASI (w.357h/967m)
7.
ABU AL-QOSIM ZIYAD BIN
YUNUS AL-YAHSUBIY AS-SIDRIY (w. 361 H/971 M)
8.
IBNU ZAKARUN (W 370
H/980 M)
9.
ABU ISHAQ AL-JIBINYANI
(W.369h/979M)
B.
ULAMA TIMUR :
1.
ABU AL-QOSIM HAMZAH
BIN MUHAMMAD AL-KINANI (Belajar kitab Sunan An-Nasai)
2.
ABU ZAID MUHAMM BIN
AHMAD AL-MARWAZI (kitab Shohih Bukhori MAKKAH)
3.
ABU AL-FATH BIN BADHAN
4.
ABU BAKAR MUHAMMAD BIN
SULAIMAN AN-NU’ALI (ULAMA MESIR)
5.
ABU AHMAD MUHAMMAD BIN
AHMAD AL-JURJANI
6.
ABU DZAR AL-HAROWI
C.
Pemikiran Pendidikan Islam al-Qabisi
Beliau adalah seorang
yang bermazhab maliki, yang menganut faham asy’ariyah, berpengaruh dalam bidang
ilmu qiroat, ahli dalam bidang ilmu fikih, banyak mengeluarkan fatwa, termasuk
para pencetus ilmu kependikian islam dan banyak mengarang kitab-kitab serta
kitab yang berkaitan dengan dunia pendidikan..
Berkata Qadhi Iyadh, al-Qabisi adalah ahli
fikih, ahli ilmu ushul fiqh, ahli ilmu kalam, dia buta dan tidak bisa melihat
sama sekali, paling sohih atau paling teliti dalam menulis kitab, bahasa yang
digunakan nya dalam penulisan kitab sangat dalam maknanya, dan paling dipercaya
dan diunggulkan kitabnya pada masanya, maksud dari buta disini ada dua
kemungkinan, bisa jadi buta dari semenjak lahir, atau bisa jadi buta pada waktu masa anak-anak saja atau bisa jadi
maksud buta di sini adalah pada waktu masih kecil belum memiliki ilmu
pengetahuan.
Dan menurut pendapat yang kuat adalah , tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan sempurna, beliau buta setelah bersusah payah sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dalam masa yang panjang dan beliau buta di sisa-sisa umurnya.
Pendidikan dan
pengajaran yang di utamakan oleh Al-Qabisi di dalam kitabnya ar-Risalah al-Mufasshilah
li ahwalil muta’allimin wa ahkamil mu’allimin wal muta’allimin yaitu : Didalam
bukunya jilid ke 1 al- Qabisi menjelaskan tentang Iman, Islam, Ihsan, sifat Istiqomah, keutamaan
al-Quran, siapa yang wajib belajar dan kepada siapa al-quran diajarkan,
kedudukan orang yang menghafal al-quran dan adab-adab ketika membaca al-quran serta adab hafiz quran.
Dalam bab ini, al-Qabisi mengajarkan dasar-dasar akhlak
ketika menuntut ilmu, memberikan pondasi akhlak yang baik bagi seorang pendidik
yang sesuai akidah ahlu sunnah waljama’ah, beliau mengajarkan juga bahwasanya
sebaik-baik figur yang wajib diikuti adalah baginda Rasululllah SAW, mengajak
kepada para orang tua untuk memahami bahwasanya sebaik-baik pengajaran yang
paling dahulu di ajarkan adalah tentang al-qur’an meskipun dengan waktu yang
sangat lama dalam memahami keutamaan-keutamaan al-quran, beliau juga menjelaskan
bagaimana kita bersahabat dengan al-quran, bagaimana adab orang yang membawa
al-quran dan penghafal al-quran, beliau menjelaskan juga siapa yang wajib
mengajarkan anak dalam pendidikan , dan apakah anak kecil wajib belajar dengan
ayahnya atau belajar kepada orang lain, dan siapa yang mengajarkan anak
perempuan.
Metode pendidikan yang
digunakan di benua afrika secara umum dan hususnya yang diterapkan oleh
al-Qabisi adalah mengajarkan cara membaca al-quran, kemudian menulisnya dengan
benar dan khususnya cara ini digunakan
untuk menghafal alquran.
Ibnu Khaldun berkata
didalam bukunya “al-muqoddimah” adapun penduduk afrika yang pertama kali mereka
ajarkan kepada anak-anak mereka adalah al-qur’an kemudian hadits lalu ilmu-ilmu
pokok agama, mereka tidak membahas perbedaan riwayat dan qiroatnya seperti
kebanyakan selain al-qabisi dan dia juga fokus terhadap tulisan al-quran.
Di dalam bukunya jilid
ke 2 membahas tentang cara-cara seorang pendidik mengajarkan penuntut imu
secara umum, dan cara seorang pendidik mengajarkan anak kecil. Di dalam bab ini,
dijelaskan bagaimana adab seorang Pendidik dan peserta didik serta sunnah-sunah
nya. Beliau mengajarkan juga bagaimana cara
mengajarkan al-quran yang baik kepada anak kecil, dan hendaklah bagi
seorang pendidik mengajarkan peserta didiknya tentang manfaat mempelajari
al-quran, dan hendaknya tidak mengambil bayaran atau upah ketika mengajarkan
al-quran secara individu, dan apakah seorang muslim boleh mengajarkan orang
nasroni, atau apakah kita boleh meninggalkan orang nasrani yang sedang
mengajarkan orang islam, dan apakah di syaratkan bagi seorang pendidik menghapal
al-quran secara lancar.
Disini di jelaskan
strategi seorang pendidik ketika megajarkan anak kecil, kemudian bersikap adil
kepada mereka, dan bagaimana bersahabat dengan mereka, dan apakah mereka boleh
saling tolong menolong diantara para peserta didik, atau hanya menolong satu
orang saja, dan apakah boleh mewakilkan atau menyuruh murid untuk memenuhi
kebutuhan pendidik, apakah boleh seorang guru hanya fokus hanya satu orang
peserta didik saja atau memfokuskan satu orang peserta didik untuk membantu
segala kebutuhan pendidik, bagaimana menyusun waktu belajar peserta didik dan
menentukan buku-buku yang cocok untuk mereka, dan bagaimana pendidik melakukan
pendekatan kepada murid biar tidak terkesan kaku serta membatasi nya atau
menjaga jarak sehingga wibawa pendidik tetap terjaga, mengatur waktu yang tepat
bagi peserta didik untuk belajar dan
waktu istirahat mereka, dan membatasi
atau menentukan adab-adab peserta didik, dan bagi pendidik hendaknya
menggunakan alat peraga untuk membantu pengajaran, menentukan tempat untuk
mengajarkan mereka, dan apakah pengajaran tersebut dilakukan di masjid, dan apakah boleh mengajarkan
peserta didik dengan dua atau lebih tenaga pendidik, dan apakah boleh peserta didik belajar dalam satu kelompok
yang didalam nya berkumpul laki-laki dan perempuan, apakah boleh menyentuh mushaf al-quran ketika
sedang tidak suci dalam belajar, dan mereka melaksanakan wudhu untuk menyentuh
al-quran dan dilanjutkan shalat , dan apa hukumnya mereka melakukan shalat
berjamaah yang di imami oleh salah seorang peserta didik.
Sedangkan didalam
bukunya jilid ke 3, beliau menjelaskan tentang bagaimana cara pendidik mengajarkan
anak kecil, Pendidikan tentang bagaimana seorang suami mengajarkan istri dan
anak-anaknya, penjelasan hadist nabi tentang al-Quran diturunkan dengan 7
Huruf.
Dan pada bab ini, dijelaskan secara rinci hukum syar’i nya
tentang bayaran atau upah seorang pendidik, pemberian hadiah , diakhir penutup buku tersebut di jelaskan tentang
qiroat atau cara-cara membaca al-quran yang mutawatir secara syar’i.
Poin-poin besar atau
titik fokus pengajaran metode al-Qabisi yaitu; mengi’rob al-quran, memberikan
harokat atau baris al-quran, menulis huruf hijaiyah, mempelajari khot (jenis
tulisan arab), mempelajari qiroat yang memiliki sumbernya dan membacanya denga
tartil, mengajarkan tentang wudhu, mengajarkan shalat dengan beberapa ruku dan
sujudnya, mempelajari bacaan-bacaan shalat, bacaan takbir dan caranya, cara
duduk ketika shalat, takbiratul ihram, salam, semua takbir dari awal sampai
akhir, tasyahud awal dan akhir, doa qunut ketika subuh, shalat jenazah,
mendoakan atas mayit, shalat-shalat sunnah seperti dua rokaat shalat fajar, shalat
witir, shalat dua hari raya, shalat istisqa (minta hujan), shala khusuf
(gerhana) dan mengajarkan kepada peserta didik tentang masalah-masalah yang
bekaitan dengan agama. Dan dilarang bagi remaja putri untuk mempelajari seni
melempar (undian) dan syair (atau lagu-lagu)
Adapaun bagi remaja
laki-laki maka tidak dilarang
mempelajari ilmu hitung-hitungan (Hisab), syair (lagu), tentang
persuratan, sejarah-sejarah arab, ilmu bahasa. Ini semua boleh dipelajari tetapi
kedudukan nya adalah setelah mempelajari
al-quran.
Al-qabisi menasihati
kepada Para Pendidik untuk mengajarkan ilmu hitung-hitungan kepada anak-anak setelah
mempelajari al-quran, karena begitu pentingnya ilmu hisab atau hitungan, karena
digunakan untuk menentukan kegiatan –kegiatan keagmaan seperti idul fitri dan lainnya. Dan bagi
pemuda laki-laki boleh mempelajari syair jika tidak mengarah kepada perbuatan keji,
juga mempelajari dialek ungkapan – ungkapan orang arab dan informasi yang
berkembang di sekitarnya, akan tetapi ini tidak wajib hukum mempelajarinya.
Menurut ibnu Kholdun,
tentang sistem al-qabisi seperti metode
menulis dahulu sebelum dihafalkan karena ada nilai yang sangat positif, yaitu
bertambahnya faedah atau manfaat ketika menulis, menguatkan hafalan dan mampu
menela’ah kalimat-kalimat yang sama, sehingga menjadi cepat hafal dan mudah
menjaganya dari kekeliruan. Memulai pelajaran bagi anak kecil dimulai dengan balajar al-quran metode
menulis adalah manfaatnya bagi peserta didik yaitu mendapatkan lebih banyak
ilmu, menghindari dari kesalahan-kesalahan ketika menyusun huruf –huruf menjadi
kata, kemudian menggabungkan dari beberapa lafazh sehingga menjadi kalimat
yang memiliki makna yang benar. Jika
proses belajar seperti ini dilakukan, maka lama kelamaan akan terbiasa dan
menjadi mudah dalam menyususun huruf menjadi lafazh dan dari beberapa lafazh
menjadi kalimat, sehingga menambah kecerdasan
dan menguatkan intelektualitas peserta didik.
Metode mempelajari
al-quran dahulu, kemudian mempelajari cara penulisannya, kemudian beralih
mempelajari ilmu hisab, ini adalah metode pembelajaran yang sangat penting
menurut ibnu kholdun dalam dunia pendidikan. Ketika anak kecil sudah mulai
mempelajari ilmu hisab atau berhitung, maka secara tidak langsung akan mencetak
akhlak yang baik dikarenakan dia akan berusaha mencari jawaban yang benar
setiap penghitungan setelah mempelajari cara membaca al-quran dan menulisnya.
Sebagaimana ucapan ibnu kholdun siapa
orang yang menjadikannya ilmu hisab sebagai
perkara yang paling utama, maka akan akan tercetak pada diri orang
tersebut akhlak yang baik dan selalu mencari kebenaran dari setiap permasalahan
yang ada dan pada dirinya akan selalu mencari solusi atau jalan keluar dari
setiap masalahnya”, yang termasuk bagian dari ilmu hisab yaitu handasah (Arsitek/teknik),
dimana seorang insinyur akan membuat garis-garis atau tepi-tepi yang sama
dengan ukuran atau rumus yang langsung di dengar dari gurunya. Sebagaimana yang
di tulis didalam kitab al-Muqoddimah milik Ibnu kholdun “ketahuliah bahwasanya
ilmu arsitektur itu membuat pelakunya lebih teliti dan detail dalam
penghitungan, dan memiliki kemandirian dan istiqomah dalam berpikir karena dia
mengetahui alasan-alasan dalam penghitungannya dan selalu berusaha goresan nya
atau gambarnya tidak salah dalam membuatnya, sebagaimana guru-guru kami juga berkata
“ mempelajari ilmu arsitektur di ibaratkan seperti sabun dan baju, sabun mampu membersihkan baju dari segala
kotoran yang menyebabkan timbulnya penyakit, begitu juga ilmu arsitek atau ilmu
hitung mampu menghindari dari segala kesalahan –kesalahn pemahaman segala hal.
Ketika mengajarkan menghafal
al-qur’an, al-qabisi menggunakan metode membaca al-quran secara bersama-sama, menilai
dan menyimak setiap bacaan siswa,kemudian memilih satu peserta didik yang bacaannya
paling fasih untuk lebih mengeraskan suaranya, pada kondisi seperti ini seorang
pendidik di bolehkan untuk membedakan antara siswa yang hafalannya kuat dan
yang lemah. Hal ini sesuai dengan beberapa pertanyaan yang disampaikan kepada
al-Qabisi, apakah seorang pemuda atau orang-orang yang sudah dewasa mereka membaca bersama-sama dalam satu surat yang sama ketika belajar,
al-Qabisi menjawab, hendaklah seorang pendidik mencari siapa dari peserta didik yang paling bagus
dan yang paling salih untuk mengajarkan mereka dan memerintahkan mereka serta
menunjuk salah seorang dari mereka yang paling berkualitas bacaanya, karena
pada kondisi tersebut baca secara bersama yang paling dibutuhkan untuk memimpin
proses belajar adalah yang paling kuat hafalannya dan bagus bacaanya,
kemudian orang pilihan tersebut
mengajarkan beberapa peserta yang memilki kekurangan dalam qualitas belajar.
Al-Qabisi juga
menganggap perlu di buatkan perarturan yang mengikat dengan tegas dan jika
terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut, maka diperlukan pemberian sanksi
hukuman fisik yang tegas yang sifatnya
mendidik dengan tujuan kebaikan jika itu satu-satunya solusi terahir.
Pelaksanan hukuman fisik
dalam pengajaran menurut al-Qabisi dan beberapa ulama klasik Tunisia memiliki beberapa
syarat dan batasan-batasan :
Bagaimana hukumnya menggunakan lidih atau sejenisnya
dan bentuk kekerasan fisik lainnya seperti jewer untuk menghukum peserta didik dalam pendidikan?
Menggunakan lidih atau
sejenisnya seperti rotan, sorban, sarung atau tindakan lainnya yang dianggap
mengandung unsur kekerasan, maka di dalam pelaksanaanya akan mempengaruhi kejiwaan bagi penerima sanksi tersebut
menurut dokter ahli farmasi dizaman itu yaitu
ibnu al-jazar al-qoirowani (285-369H), yaitu merupakan pengobatan bagi si anak dengan media tangan, dan merupakan obat
kejiwaan serta akan membentuk akhlak yang baik. Sehingga dengan pemberian
hukuman tersebut membuat anak lebih jera dan lebih takut sehingga anak bisa
mentadabburi pelajaran sehingga akan terjadi perbaikan dan
menimbulkan adab yang baik. Dimana pengertian adab itu sendiri berpindahnya
dari satu kebiasaan tercela kepada kebiasaan yang terpuji. Karena pada fase ini secara tidak langsung
akan membentuk karakter perubahan yang baik ketika mereka memasuki fase remaja.
Ibnu al-jazzar berkata “ sesungguhnya akan terjadi populasi manusia yang memiliki
akhlak yang buruk apabila tidak diberikan pendidikan karakater yang baik dimasa
kecilnya”, kemudian Dokter al-qoirwani tersebut juga memberikan perhatian
khusus tentang hal ini sehingga beliau
memerintahkan kepada orang tua pada saat itu untuk selalu mendidik anak-anaknya
dimasa kecil, karena mereka tidak akan bisa menjadi mulya dimasa yang akan
datang jika mereka tidak berkumpul
kepada orang-orang yang baik, melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan
dan pergaulan atau sosial yang baik dimasa kecilnya. Siapa orang yang mebiasakan anaknya dengan
pendidikan tersebut dengan membiasakan melakukan perbuatan yang terpuji dan
berkumpul dengan orang-orang baik dimasa kecilnya, maka secara otomatis anak
tersebut memiliki rasa cinta, menjadi
mulya sehingga tercapai kebahagiaan dan
sosial yang baik diantara mereka, namun jika sebaliknya, anak tersebut akan
memiliki karakter buruk, selalu menyakiti sesama, tidak di hormati dan
pengetahuanya pun tidak bertambah, sehingga akan mendapatkan penyesalan dari
kesalahan tersebut. Dokter al-qoirowani juga mengatakan kepada para murobbi
atau para pendidik, pemangku wilayah, para tokoh agama untuk menggalakkan
program perbaikan akhlak dengan sistem tersebut, karena masa anak2 adalah masa
perkembangan dan masa keemasan untuk
membentuk karakter sebagaimana qoul hikmah العادة طبيعة ثانية kebiasaan adalah menjadi karakter kedua dari
seseorang. Ibnu jazar juga menambahkan, jika pendidikan
dengan kelembutan tidak bisa, boleh pula dengan sedikit himbauan atau
peringatan, bahkan dengan sedikit hukuman fisik juga dibolehkan dengan catatan
dilihat karakter peserta didiknya, beliau berkata “ Sesungguhnya pendidikan
yang benar terhadap pemuda, jika dia
memiliki karakter yang kurang beradab, maka
mengajarkannya dengan penjelasan di ikuti dengan argumen yang sedikit
tegas dan keras, apabila kesalahan
tersebut terjadi pada anak yang memilki karakter pribadi yang baik maka cara
menyampaikan penjelasannya dengan kecintaan, dengan kemulyaan dan dengan
cara-cara yang baik sehingga mendidik anak tersebut terasa sangat mudah, beda
halnya dengan menangani anak yang sedikit ngeyel atau agak susah di bilangin,
maka kita sampaikan juga dan kita nasehati dengan baik tanpa harus dilakukan di
hadapan teman-teman sesamanya. Adapun jika anak yang memang tidak punya rasa
malu atau tidak merasa bersalah padahal melakukan kesalahan, tidak memilki karakter
akhlak yang baik, senang berbohong, susah di aturnya, maka solusinya di kasih peringatan, di takut-takuti dan
bahkan boleh pula diperingatkan dengan sedikit pukulan ringan jika itu tidak
berhasil.
Hukuman menurut syariat islam
Muhammmad bin Sahnun berkata,
islam mensyariatkan hukuman serta menjelaskan caranya yang berbeda-beda sesuai
dengan kondisi peserta didik serta dibolehkan penerapannya dalam rangka
pendidikan. Memukul anak adalah memilki manfaat sebagaimana di bolehkan pula
oleh al-qabisi dengan pukulan yang ringan, hal itu merupakan konsekuensi ketika
melakukan kesalahan atau pelanggaran dalam belajar, bahkan pukulan itu di berikan sampai tiga
kali tergantung kesalahannya. Contohnya ketika hafalannya tidak bagus maka di
pukul, atau juga ketika menulis ada yang salah atau kurang hurufnya , salah
bentuk tulisannya, salah memberikan titik dan sudah dijelaskan berulang kali
tetapi masih sama kesalahannya disebabkan karena lalai atau cuek terhadap
kesalahan tersebut.
Sikap pendidk ketika memberikan sangsi di tolak
oleh siswa
Al-qabisi menyampaikan kepada
para pendidik ketika sebelum melakukan sangsi pukulan, hendaklah menahan emosi dengan
cara tidak mengeluarkan kata-kata celaan terhadap siswa seperti menyebutkan nama-nama binatang dan lainnya serta
tidak boleh bersumpah mendoakan yang buruk, jika terucap sekali saja, maka
ucapkanlah Istigfar dan berpalinglah dari hal tersebut.
Pada kenyataannya, menurut
pendapat para pendidik zaman sekarang, bahwasanya hukuman yang di iringi
perkataan celaan tersebut dapat
menyakiti perasaan anak, sehingga berpengaruh sikap kebencian dari siswa
terhadap guru tersebut karena ucapannya.
Ketika seorang guru tidak menjaga ucapannya, maka wibawanya pun akan turun bahkan
hilang dimata siswa.
Al-qabisi berkata : “Sesungguhnya
didalam ucapan yang jelek atau celaan terkandung didalamnya sebuah kebencian,
oleh karena itu rasulullah SAW selalu
melarang kepada para Qadhi untuk memiliki sifat pemarah. Umar bin ‘abdul
aziz pernah memerintahkan kepada bawahannya
untuk memukul manusia dalam suatu
perkara, maka ketika perintah tersebut segera dilaksanakan, beliau berkata,
batalkan hukuman tersebut, sesungguhnya di dalam hatiku dipenuhi sifat marah, maka aku membenci
memberikan hukuman dalam keadaan emosi atau marah. Oleh karena itu sudah
sepatutnya seorang pendidik untuk selalu menjaga pribadinya sehingga
menimbulkan keihklasan dan ketennagan dalam memberikan sangsi sehingga
adab-adab guru menjadi contoh yang baik
untuk siswa.
Macam-macam pukulan atau hukuman fisik dan
batasan-batasannya
Sebagaiaman yang di terapakan
oleh al-Qabisi dan Muhammad bin Sahnun
dalam pemberian hukuman pukul,
bahwasanya alat yang digunakan adalah alat yang halus dan kecil atau intinya alat yang tidak
menyebabkan kulit hancur tidak membuat siswa lemah atau
pingsan, mungkin bisa juga disebut seperti lidih sapu, meskipun bentuknya kecil
tetapi pengaruhnya sangat besar dan boleh di lakukan sampai 3 kali. Adapun jika
ingin menghukum lebih dari 3 kali pukulan, maka wajib meminta ijin orangtuanya
atau wali siswa bagi yang statusnya yatim atau piatu.
Jika sorang siswa melakukan
tindak kriminal, bermain sambil menyakiti sehingga mengancam keselamatan jiwa
orang lain, melakukan tawuran atau peperangan
maka sepatutnya bagi seorang pendidik untuk menyampaikan ke orangtuanya atau
memanggilnya dan menyampaikannya masalah yang dilakukan oleh si anak tersebut
apabila anak tersebut sudah menjalani
hukuman dipukul tiga kali. lebih dari itu, maka sorang pendidik tidak boleh memberikan
hukuman tambahan.
Adapun alatnya bisa dibuat
sendiri, intinya alatnya basah, aman, sehingga tidak menyebabkan
kematian, seperti cambuk, rotan dan lainnya. Al-Qabisi melarang menggunakan
tatakan untuk masak atau benda-benda yg keras seperti tongkat dan besi dan hukuman
ini berlaku hanya untuk laki-laki saja.
Berlaku adil dalam memberikan hukuman
Al-qabisi sangat cermat dan teliti dalam memberikan hukuman kepada siswanya. Apabila siswa layak di pukul dari segi bentuk badannya, maka hukuman tersebut di berlakukan. Artinya pemberian hukuman tersebut disesuaikan dengan fisik atau badan siswa. Dan pemberian hukuman memukul adalah setelah di nasehati sampai 3 kali tetapi tetap masih dilakukan pelanggaran tersebut. Mayoritas Ulama fiqih sepakat menerapkan hukuman pukul tersebut dengan syarat tidak terlalu keras dan menimbulkan bahaya besar. Adapun jika hukuman tersebut kemudian menjadi meninggal, maka sang guru mendapatkan qisos dari keluarga siswa, Jika memukulnya dengan tongkat atau dengan alat-alat yang berat.
D.
Karya al-Qabisi
Al-Qabisi
termasuk sosok ulama yang sangat produktif dalam menulis karyanya. Karyanya
yang paling terkenal dalam dunia pendidikan yaitu kitab Ariisalah
al-mufasshilah liahwalil muta’alimin wa
ahkamil mu’allimin wal muta’allimin.
Kitab ini sebagai penjelas dan memperinci apa yang dibahas di dalam kitab اداب المعلمين karangan Syeikh Muhammad bin Sahnun. Kitab ini bukan hanya
membahas permasalahan yang umum dalam pendidikan, bahkan lebih
detail dan terperinci lagi pembahasannya, seperti pembahasan tentang gaji guru,
tentang kurikulum pendidikan, acara-acara yang berkaitan dengan pendidikan,
kata-kata mutiara dan ungkapan-ungkapan
yang sifatanya mendidik, dan ide-ide atau gagasan baru yang bermanfaat bagi
peserta didik dan tenaga pendidik. Adapun Kitab-kitab yang di karangnya yaitu :
1.
Al-mulakkhos limusnad
muwattho’ Malik bin Anas
2.
Al-mumahhidu fi al-fiqh
3.
Al-munabbah lilfithon
wal mub’id min syibahi at-ta’wil
4.
Ahkam ad-diyanah
5.
Manasik al- haj
6.
Ruttabil ilmi wa
ahwali ahlihi
7. Ariisalah al-mufasshilah liahwalil muta’alimin wa ahkamil mu’allimin wal muta’allimin
E.
Analisis Kritis
Pemikiran Pendidikan Islam al-Qabisi menurut penulis sangat relevan sekali jika
dikaitkan dengan zaman modern saat ini dimana moral anak-anak zaman sekarang
sudah kurang baik disebabkan budaya barat yang masuk dengan cepat lewat media
internet. Belajar membutuhkan proses yang lama dan bertahap. Ilmu tidak akan
mudah difahami apabila hati kita masih kotor dengan perbuatan maksiat dan jauh
dari nilai-nilai al-Quran . Kita perlu mendalami al-Quran terlebih dahulu
dalam belajar sebelum mempelajari ilmu
lain.
Dalam menuntut ilmu kita perlu mengetahui
etika dalam kegiatan belajar mengajar seperti
tugas dan tanggung jawab murid dan juga mengetahui etika bagi guru yaitu tugas
dan tanggung jawab guru serta etika terhadap buku, alat pelajaran,
peraturan-peraturan dan sangsinya dan
juga hal-hal yang berkaitan dengannya.
Dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh
al-Qabisi, mulai dari proses belajar mengajar, media belajar yang digunakan
serta sistem sanksi atau yang diterapkan menurut hemat penulis bahwasanya baik
dan bagus, tinggal bagaimana lembaga tersebut mensosialisasikannya ke tenaga
pendidik, peserta didik dan orang tua siswa dengan cara-cara yang baik dan
lemah lembut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulannya dari metode-metode yang diterapkan al-qabisi dalam pendidikan islam adalah mengajarkan cara membaca al-quran kemudian menulisnya dengan benar sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Dan sesungguhnya menulis nya langsung di kitabnya, ini merupakan salah satu cara yang baik, dan meguatkan penjelasan apa yang terkandungnya. Kemudian anak-anak mulai menghafalnya di dalam hati. Adapun mempelajari syari’at atau undang-undang islam dan ilmu-ilmu yang lain atau ilmu umum maka sesungguhnya cukup dengan memahaminya saja tidak perlu dihafalkan..
B.Saran dan Harapan
1.
Bagi Pendidik
Dengan
mengetahui konsep pendidikan yang ditulis oleh al-Qabisi,
guru dapat menyampaikan materi
dengan baik dan benar serta dengan etika yang sesuai bagi seorang guru sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.
Bagi Siswa
Konsep pendidikan yang ditawarkan al-Qabisi yang terdapat dalam buku almufasshilah li ahwalil muta’allimin wa ahkam al-mu’allimin wal muta’allimin telah memberikan petunjuk bagi seorang guru dan murid. Dengan adanya buku tersebut dapat dijadikan pedoman siswa sebagaimana etika seorang murid dalam menuntut ilmu Allah sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
‘Ali bin
Muhammad, Abul Hasan. .Arrisalah almufashshilah li ahwalil mut’aalimin wa
ahkamul m’allimin wal muta’allimin, Cet. I; Syirkah Tunisiah, 1986.